Powered By Blogger

Jumat, 14 September 2012

MISTERI DI BALIK GUNUNG LAWU

Gunung Lawu (3.265 m) berdiri kokoh diperbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, banyak menyimpan sejuta misteri dan legenda. Dalam legenda Gunung Lawu dipercayai sebagai tempat bertapanya Raden Brawijaya atau dikenal dengan Sunan Lawu setelah mengundurkan diri dari kerajaan Majapahit, dan beliau dipercaya sebagai penguasa seluruh makhluk yang ada di Gunung Lawu.

Gunung Lawu juga mempunyai kawah yang namanya sangat terkenal yakni Kawah Condrodimuko, yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat menggodok tokoh pewayangan yaitu Raden Gatutkaca, salah satu dari Pandawa Lima.

Di gunung ini juga banyak tempat-tempat keramat antara lain Sendang Drajat, Argo Dalem, Argo Dumilah, Pasar Dieng, Batu Tugu "Punden Berundak", Lumbung Selayur, Telaga Kuning dan masih banyak lagi. Gunung ini juga ditumbuhi bunga Edelweis berwarna merah muda, kuning dan putih.

Puncak tertinggi gunung Lawu (Puncak Argo Dumilah) berada pada ketingggian 3.265 m dpl. Kompleks Gunung Lawu ini memiliki luas 400 KM2 dengan Kawah Candradimuka yang masih sering mengeluarkan uap air panas dan bau belerang. Terdapat dua buah Kawah tua di dekat puncak Gunung Lawu yakni Kawah Telaga Kuning and Kawah Telaga Lembung Selayur

Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.

Desa Cemoro Sewu maupun dukuh Cemoro kandang yang hanya berjarak sekitar 1 kilometer merupakan gerbang pendakian ke puncak Lawu atau lebih dikenal dengan nama Argo Dumilah, letaknya berada tidak jauh dari kota dan dilintasi oleh jalan raya tertinggi di pulau Jawa yaitu sekitar 1.878 meter dari permukaan air laut. Karena letaknya yang mudah dijangkau, Gunung Lawu ini banyak dikunjungi pendaki pada Minggu dan hari-hari libur. Bahkan pada bulan Suro (Tahun Baru menurut penanggalan Jawa), kita akan menemui bahwa mereka yang mendaki bukan saja untuk ke puncak gunung Lawu, tetapi juga banyak diantaranya adalah peziarah, pertapa dan berbagai tujuan lainnya.

Kedua daerah gerbang pendakian tersebut merupakan daerah berbentuk saddle antara daerah tujuan wisata Sarangan yang terkenal dengan danaunya dan Tawangmangu dengan air terjunnya. Kedua jalur Selatan ini adalah yang paling banyak dilalui karena jalurnya mudah dan pemandangannya sangat indah. Untuk mencapai daerah ini.

Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan.

Pendakian standar dapat dimulai dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.

Pendakian dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang (kolam) Panguripan terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang Drajat di antara Pos 4 dan Pos 5.

Pendakian melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah tertata dengan baik.

Pendakian melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui Cemorosewu lebih nge-track. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih cepat daripada lewat jalur Cemorokandang. Pendakian melalui Cemorosewu jalannya cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata.

Jalur dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Pos ke4 baru direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada bangunan untuk berteduh. Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos 4.

Di dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejahuan. Jalur dari pos 4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur yang menuju pos 4. Di pos2 terdapat watu gedhe yang kami namai watu iris(karena seperti di iris).

Di dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi pemula) janganlah mendaki di siang hari karena medannya gag nguatin untuk pemula.

Di atas puncak Hargo Dumilah terdapat satu tugu.

Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.

Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Keraton Yogyakarta.

Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.

Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.

Legenda Gunung Lawu

Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.

Raden Fatah setelah dewasa agama islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).

Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.

Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem.

Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.

Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.

Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Obyek wisata di sekitar gunung Lawu antara lain:

* Telaga Sarangan
* Kawah Telaga Kuning
* Kawah Telaga Lembung Selayur.
* Wana wisata sekitar Gunung Lawu
* Air Terjun Pondok Kiwo
* Air Terjun Kakek Bodo-Tretes
* Air Panas Padusan-Pacet
* Tawangmangu
* Cemorosewu
* Candi Sukuh
* Candi Cetho
* Komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran:
o Astana Girilayu
o Astana Mangadeg
* Astana Giribangun

edelways ungu di gunung lawu


Edelweis bunga abadi, bersemayam di puncak gunung dan kesukaan para dewa. Banyak yang mengidiomkan Edelweis adalah bunga yang tak lekang oleh waktu, abadi. Memang benar, Edelweis tak akan layu dan rusak jika tak di petik demi kalimat, hebat! Kenapa kita merenggutnya dari rumah yang di sukainya? Cobalah bayangkan jika kita di paksa keluar dari rumah sendiri yang telah kita tempati dengan segala kenyamanan dan keamanannya, tanpa kita mampu berbuat apa - apa. Kecewa, sedih, menangis, dan jika mampu kita akan berteriak berusaha mencari orang atau sesuatu yang bisa melindungi kita agar tak harus pergi keluar dari rumah nyaman kita. Begitulah nasib yang sama jika kita memetik Edelweis dan kita bawa turun menuju rumah kita dan di pajang di dalam vas bunga. Teoritis tapi selaras bukan?

Edelweis ungu yang selama ini menjadi ciri khas Gunung Lawu , karena selama ini pula hanya di sana aku bisa melihat langsung dan menjadi saksi akan keberadaan Edelweis ungu. Jika ada sahabat yang tahu di mana ada Edelweis ungu, bisa berikan rekomendasi agar bisa kami, Belantara Indonesia kunjungi.


Edelweis Ungu Lawu


Edelweis Anaphalis Javanica

Sebenarnya warnanya tak lalu ungu seperti warna yang kita kenal, tetapi cenderung merah muda. Langka, karena Edelweis selama ini berwarna putih atau coklat muda. Dan lebih heroik lagi, Edelweis ungu Lawu tak selalu muncul di saat Edelweis lain ada. Dan jika kita beruntung bisa melihatnya, dia akan berada di tempat yang kadang sulit di jangkau, misalnya di lereng jurang. Dan dia berada di tengah rimbunnya Edelweis warna kebanyakan sebagai pelindungnya, hingga tak sembarang mata bisa melihatnya. Tersamar istilahnya. Edelweis memang layak di rindukan tanpa menjamahnya. Dan gunung Lawu mampu memberikan tetes air penyejuk dahaga kerinduan.




Sebagai tambahan, di dekat puncak Lawu Hargo Dalem ada sebuah tempat yang di namaiPasar Setan atau Pasar Dieng. Dan uniknya, kata para penjaga gunung, pasar Dieng hanya bisa di lihat secara gaib ( masak sih? ). Dan disekitar Hargo Dalem ini banyak terdapat bangunan dari seng yang dapat digunakan untuk bermalam dan berlindung dari hujan dan angin. Terdapat warung makanan dan minuman yang sangat membantu bagi pendaki dan pejiarah yang kelelahan, lapar, dan kedinginan. Inilah keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 mdpl, terdapat warung di dekat puncaknya. Sementara pasar dieng atau pasar setan sendiri berupa prasasti batu yang berblok - blok. Kata orang pula, pasar Dieng akan memberikan berkah bagi para pejiarah yang percaya. Bila berada ditempat ini kemudian secara tiba - tiba kita mendengar suara "mau beli apa dik?" maka segeralah membuang uang terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun atau rumput seolah - olah kita berbelanja, maka sekonyong - konyong kita akan memperoleh kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak. Inilah mistis bagi yang percaya. Jika harus percaya ya hikmahnya jika kita berhasil memperoleh uang, lumayan bukan untuk beli es cendol di basecamp bawah Lawu. Tetapi paksakan diri, hanya Allah Swt lah Sang Maha Gaib. Memang selama ini Lawu di kenal dengan alam mistisnya bagi yang percaya dan bagi para peziarah. Tak perlu bukan di ceritakan mendetail tentang mistisnya gunung Lawu secara lengkap? Hanya sekilas sekedar tahu dan menjadi bahan pengetahuan normal saja, tak lebih.

BINGKAI HATI

Cinta hati ini terlalu bahagia memiliki dirimu..
Andai kini dirimu terluka,ibarat aku berjalan tanpa cahaya..
Mungkin aku tahu aku tidaklah sesempurna..
Namun demi cinta ini,aku akan menyayangimu dengan cara yg sempurna..
Aku tak akan bersuara jika dirimu kekurangan..
Aku lebih bahagia bisa menjadi bingkai hatimu..
Pengorbananku tak pernah ku bicarakan..
Kesetiaanku tak pernah goyah..
Walau badai datang menyapu..
Kejujuranku melebihi bahasa..
Kepercayaanmu selalu ku jaga..
Aku tak kan pernah menanyakan seberapa besar dan seberapa dalam cintamu untukku..
Karna ku tahu cinta itu tak bisa diukur dengan apapun..
Karna cinta tulus itu mengalir apa adanya..


post.http://yudha0410.blogspot.com/2011/01/bingkai-hati.html

GUNUNG LAWU

Gunung yang terletak diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memiliki Panorama yang Indah. Disana Gunung ini pun kerap disambangi para peziarah karena menyimpan obyek-obyek sakral bersejarah. Tempat sakral di sekitar Gunung Lawu terutama petilasan-petilasan Raden Brawijaya seperti Pertapaan Raden Brawijaya, dan Cengkup (rumah kecil yang ditengah-tengahnya terdapat kuburan). Konon nisan yang ada di Cengkup itu adalah Petilasan Prabu Brawijaya, bekas Raja Majapahit yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Lawu. Cangkup dan tempat pertapaan Raden Brawijaya ini terletak di Hargo Dalem, puncak tertinggi kedua Gunung Lawu.

Di gunung berketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini memang menyimpan berbagai peninggalan sejarah kerajaan Majapahit seperti, Candi Ceto, Candi Sukuh yang merupakan peninggalan Raden Brawijaya selama dalam pelariannya.

Gunung Lawu adalah gunung yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar terutama penduduk yang tinggal di kaki gunung. Tidak heran bila pada bulan-bulan tertenu seperti bulan Suro penanggalan Jawa, gunung ini ramai didatangi oleh para peziarah terutama yang datang dari daerah sekitar kaki Gunung Lawu seperti daerah Tawamangu, Karanganyar, Semarang, Madiun, Nganjuk, dan sebagainya.
Banyaknya peninggalan-peninggalan yang berada di gunung ini pun menjadi salah satu saksi bahwa sejak dulu bangsa kita merupakan budaya tertinggi dan oleh karena itu, patutnya kita melestarikan dan menjaga gunung ini, dan tidak merusaknya.
Banyak sejarah tentang gunung ini. Menurut masyarakat sekitar, Raden Brawijaya lari ke Gunung lawu untuk menghindari kejaran pasukan Demak yang dipimpin oleh putranya yang bernama Raden Patah, serta dari kejaran pasukan Adipati Cepu yang menaruh dendam lama kepada Raden Brawijaya. Konon Raden Brawijaya meninggal di puncak Gunung Lawu ini dibuktikan dengan adanya Cengkup serta petilasan-petilasannya di puncak Gunung Hargo Dalem dengan ketinggian 3.148 mdpl.
Selain itu, di Gunung Lawu pun memiliki Sendang (pancuran air) yang konon katanya memiliki kekuatan supra natural dan sumber airnya sering dimanfaatkan oleh para peziarah untuk mencari kehidupan. Mereka percaya sumber air yang ada di sana, airnya pernah dimanfaatkan oleh Raden Brawijaya ketika mendaki Gunung Lawu dan sampai sekarang masyarakat percaya bahwa air yang digunakan oleh Raden Brawijaya sangat berkhasiat dan juga dapat untuk menyembuhkan penyakit yaitu Sendang Panguripan & Drajat. Tempat yang sering didatangi oleh para peziarah selain tempat yang ada di puncak Hargo Dalem dan Hargo Dumilah 




Disamping kaya dengan sejarah dan misteri Kerajaan Majapahit, Gunung Lawu juga kaya akan berbagai obyek wisata alam seperti objek wisata alam Tawangmangu dengan air terjun Grojogan Sewu, Telaga Sarangan dengan keindahan danaunya yang begitu memesona, Candi Ceto dan Candi Sukuh yang merupakan Candi yang dibuat oleh Raden Brawijaya selama dalam pelarian, serta tidak kalah menariknya adalah wisata alam mendaki Gunung Lawu.

Berbagai fasilitas menuju Puncak Gunung Lawu tersedia dengan baik. Untuk mendaki Gunung Lawu terdapat beberapa rute Pendakian seperti Cemoro kandang, Cemoro Sewu, Ceto, dan Jogorogo yang memasuki wilayah Ngawi Jawa Timur. Bila melalui jalur Cemoro Kandang, waktu yang dibutuhkan sekitar 9 sampai 10 jam perjalanan pendakian, dan untuk turun dibutuhkan waktu sekitar 5 sampai 6 jam. Melewati Cemoro Kandang terlebih dahulu kita akan melewati beberapa rute pendakian seperti Pos pendakian Cemoro Kandang, Taman Sari Bawah, Taman Sari Atas, Parang Gupito, Jurang Pangarif-ngarif, Ondorante, Cokro Srengenge yang termasuk Pos IV serta Pos terakhir yaitu Pos V. Di sini terdapat pertigaan, kalau berbelok ke kanan kita akan menuju Puncak Hargo Dumilah yang merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian 3.265 meter dpl, dan jika lurus kita akan menuju Puncak Hargo Dalem 3.148 meter dpl.
Bila kita melalui jalur Cemoro Sewu, waktu yang dibutuhkan sekitar 6 sampai 8 jam untuk pendakian dan untuk turun dibutuhkan waktu 2 sampai 3 jam. Melewati Cemoro Sewu terlebih dahulu kita akan melewati beberapa rute yaitu pos cemoro sewu, Pos 1, Watu Gethek, Watu Kapur, Jolotundo, Pasar Dieng, Argo dalem setelah itu Puncak Hargo Dumilah. Di Pasar Dieng, konon katanya itu merupakan tempat dimana setan-setan berkumpul dan biasanya pada waktu Suro, biasanya di daerah itu kita dapat mendengar suara-suara keributan yang dilakukan oleh para setan-setan.
Dari puncak Gunung Lawu kita akan disuguhi peristiwa alam matahari terbit yang indah. Bila memandang kearah Barat akan tampak terlihat puncak Gunung Merapi, Merbabu. Dan kalau melihat ke arah Timur akan terlihat keindahan Puncak Gunung Kelud, Butak, dan Gunung Wilis yang membentuk lukisan alam menawan. Jika ingin mendaki menuju Puncak Gunung Lawu tidak terlalu ramai sebaiknya pada hari Senin sampai Jumat.

Beberapa jenis burung bisa ditemui di kawasan Gunung Lawu, sepcrti Burung Anis, Perjak, Kaca Mata, dan Burung Kerak. Tumbuhannya antara lain Cemara gunung, Bunga Eidelweiss, Cantigi, pohon karet hutan, Beringin, Rustania, dan Puspa. Bunga Eidelweiss tumbuh subur terutama di lembah dan lereng Gunung Lawu, mulai dari jalur antara Pos IV dan Pos V.
Sampai sekarang ekosistem tumbuhan dan binatang yang hidup di kawasan Gunung Lawu masih terjaga dengan baik karena masyarakat yang tinggal di kaki Gunung merasa takut jika hutannya dirusak, maka penguasa Lawu yakni Sunan Lawu yang tak lain adalah Sang Prabu Brawijaya, akan marah besar.


Tips Perjalanan
Untuk menuju ke Gunung Lawu sudah tersedia sarana transportasi dengan baik, jika kita menuju Gunung Lawu dari arah Kota Solo kita bisa menggunakan bus menuju Tawangmangu yang memiliki hawa udara yang sejuk sama seperti kita berada di Lembang, Bandung. Ongkosnya yang cukup murah Rp 3.500. Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam, dari terminal Tawangmangu yang masuk kedaerah Kabupaten Karanganyar.

Dilanjutkan dengan kendaraan Colt menuju Sarangan berhenti di Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu dengan ongkos Rp 3.000. Tiket masuk menuju pos pendakian Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu Rp 2.500 per orang, sudah termasuk asuransi Wana Arta. Atau kita bisa menuju jalur lainnya yaitu Jogorogo dan Ceto tetapi jalurnya lebih panjang oleh karenanya diperlukan persiapan yang matang, baik fisik maupun mental.

Gunung Lawu lewat Solo dari Solo menuju Tawangmangu sekitar 60 km ditempuh sekitar 2 jam perjalanan dengan bus. Tawangmangu-Cemorokandang sekitar 1 jam perjalanan dengan angkutan pedesaan. Cemorokandang menuju puncak Lawu dapat ditempuh sekitar 10 jam perjalanan pendakian. Kalau ingin pendakian tidak terlalu ramai sebaiknya melakukan pendakian pada hari senin-jumat.
Perlengkapan pendakian yang harus dibawa terutama makanan yang cukup, tenda, jaket hangat, dsb. Serta meminta ijin pendakian terhadap pos yang akan didaki. Untuk tambahan, pada saat menaiki gunung ini, jangan membawa benda-benda yang berwarna hijau, sebab konon katanya, bila ada yang membawa benda larangan tersebut, maka tidak akan pernah keluar dari Gunung Lawu. Selain itu juga bila kita kekurangan makanan, di puncak Argo Dumilah terdapat sebuah warung makan kecil seperti berbentuk rumah penduduk. <

SEBUAH TANYA DARI SOE HOK GIE


“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
(Puisi Soe Hok Gie)
Sebuah renungan buat yang mengaku sebagai aktifis
Sekitar tahun 60an, seorang mahasiswa Universitas Indonesia bernama Soe Hok Gie begitu menginspirasi banyak orang dengan tulisan-tulisan kritikan yang dimuat di surat kabar. Gie, seorang pemuda keturunan tiongohoa yang bakat humanistik begitu peka.
Kondisi politik Indonesia (tahun 60an) yang kacau tak membuat Gia lantas berdiam diri saja. menyadari bahwa Ia merupakan bagian dari elemen masyarakat, Gie berjuang mencari keadilan dengan cinta yang ia miliki kepada bangsa ini, yaitu Indonesia.
“Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah “the happy selected few” yang dapat kuliah dan karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya.”
(Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran)]
benar kawan! kita adalah mahasiswa yang masih disubsidi oleh masyarakat Indonesia. lantas, apakah kita hanya berdiam diri saja ketika melihat rakyat mendirita. Korupsi, kriminal, dan kekacauan seakan ritual suci di bangsa ini.
sungguh mengherankan, bagi kita yang mengaku sebagai agent of change, tapi tak pernah terbesit bergerak untuk melawan tirani.
mungkin sekarang, tidak ada lagi-lagi Gie di era modern ini. Mungkin tak ada lagi yang peduli akan nasib rakyat Indonesia? dimana Gie-Gie selanjutnya?



Rabu, 05 September 2012

6 KAPASITAS KREATIF


Peradaban manusia melalui jaman agraris, industri, informasi dan kini jaman kreatif. Kita dituntut menguasai kemampuan unik di setiap jaman agar bisa bersaing. Apa kemampuan agar kita bisa bersaing di jaman kreatif?

Generasi kakek kita mengidamkan bekerja di sebuah gedung mulai dari pertama kerja hingga pensiun. Generasi ayah kita mengidamkan pekerjaan tetap yang rutin bekerja dari jam 8 hingga jam 17. Tapi generasi saat ini berharap pekerjaan yang fleksibel, tidak monoton dan bisa mengekspresikan potensi diri.

Kita hidup dalam jaman yang terus bergerak dan mengalami perubahan. Jaman kakek kita bukan jaman ayah kita dan bukan jaman kita. Jaman kakek nenek kita hanya negara yang mampu mengglobal dalam bentuk penjajahan (Globalisasi 1.0). Jaman ayah kita hanya perusahaan besar yang mampu mengglobal dalam bentuk ekspansi pasar (Globalisasi 2.0).

Dalam era industri dan informasi, dunia kerja itu rutin, sistematis dan efisien. Kemampuan otak kiri sangat dibutuhkan untuk itu. Pekerjaan mencari siapa yang bisa mengerjakan lebih cepat dan lebih murah. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan organisasi kerja kita didesain untuk memenuhi kebutuhan kedua jaman tersebut.

Jaman kita? Setiap orang bisa mengglobal berkat internet dan media sosial. Setiap orang bisa berkreasi dan mengekspresikannya secara luas. Inilah jaman kreatif. Inilah Globalisasi 3.0. Setiap jaman tersebut membutuhkan kapasitas yang berbeda untuk sukses.

Tapi di jaman kreatif  atau era konseptual, menurut, Daniel H. Pink dalam bukunya A Whole New Mind, dibutuhkan 6 kapasitas baru agar kita bisa bersaing. Enam kapasitas itu adalah sinergi antara otak kiri dan otak kanan yang melahirkan high concept – high touch. Enam kapasitas yang menuntut kita mengimajinasikan ulang sistem pendidikan, karir dan organisasi kerja kita.

Daniel H. Pink, menuliskan buku A Whole New Mind, sebenarnya sebagai sebuah peringatan bagi bangsa Amerika Serikat agar tidak tertinggal oleh bangsa-bangsa Asia. Nah, karena kita bisa baca buku itu, memgapa tidak kita belajar untuk menguasai 6 kapasitas itu sehingga bisa bersaing di jaman kreatif?

Sekarang, apa saja 6 kapasitas kreatif itu?

1. Bukan hanya fungsi tetapi juga DESAIN.
Dalam membuat produk, jasa dan layanan tidak semata berpikir tentang fungsional. Bukan lagi sekedar membuat sebuah alat yang bisa digunakan untuk mendengarkan berita dan musik bernama radio. Tapi lebih dari itu, kita perlu mendesain radio yang indah, unik dan menyentuh emosi, seperti Radio Magno. Kita perlu kapasitas untuk berpikir desain.

2. Bukan hanya argumen tetapi juga CERITA.
Jaman kita telah dibanjiri oleh berbagai informasi dan data. Tidak cukup lagi meyakinkan orang dengan menggunakan argumen. Kesadaran akan diri dan menciptakan cerita jauh lebih efektif dalam menyentuh emosi orang lain.

3. Bukan hanya fokus tetapi juga SIMPONI.
Jaman industri dan informasi menuntut kita untuk fokus dan spesialisasi pada suatu bidang. Fokus tidak cukup lagi, kita dituntut mampu memandang gambaran besar dan mensintesakan berbagai sumber daya yang ada. Tidak cukup ahli di bidang fashion, tapi juga kemampuan mensinergikan dengan potensi lokal untuk menciptakan Jember Fashion Carnival.

4. Bukan hanya logis tetapi juga EMPATI.
Dalam era setiap orang tehubungan dengan orang lain, tidak cukup logika yang melandasi hubungan tersebut. Kita dituntut mengasah empati kita untuk memahami emosi orang lain. Kemampuan untuk mendengarkan, menghargai dan merasakan apa yang dirasakan orang lain.

5. Bukan hanya keseriusan tetapi juga BERMAIN.
Jaman industri dan informasi telah menuntut kita untuk bekerja serius dari pagi sampai malam. Keseriusan melahirkan efisiensi. Tapi jaman kreatif membutuhkan ide segar dari kita yang lahir justru ketika kita dalam keadaan bermain yang santai, relaks, dan penuh humor. Perhatikan saja kantor Google yang justru menyediakan banyak arena bermain.

6. Bukan hanya akumulasi tetapi juga MAKNA.
Jaman industri dan informasi membuat orang berlomba-lomba mengakumulasikan hasil kerja atau kekayaan. Ketika kekayaan didapat, seringkali justru perasaan kosong yang lahir. Pada jaman kreatif, orang-orang akan mengimbangi dengan upaya mengejar hasrat agar lebih berarti seperti gerakan sosial yang lahirkan makna hidup dan gerakan spiritualitas.

Sumber: Profec